Sakitnya Kematian. Bismillah hirahman nirrahiim. Menelaah ayat mengenai kematian
yaitu QS. An-Naba ayat 34 - 45 bahwa setiap yang bernyawa itu pasti akan mati.
untuk menuju ke akhirat proses pertamanya yaitu mati atau melalui alam kubur.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah menciptakan kita di dunia ini adalah
melalui alam rahim, kemmudian selesai alam rahim selama 9 bulan yang normalnya
kebayakan orang, kemudian kita terlahir dan kita mengalami hidup di dunia serta
menikmati alam dunia ini. Lalu kemudian nanti kita menuju alam kubur yaitu
kematian dan terakhir alam akhirat.
Berkaitan dengan matinya
seseorang, Allah mengutus malaikat yang telah populer namanya yaitu Malaikat
Ijroil yang tugasnya adalah mencabut nyawa. Ketika Allah memerintahkan untuk
mencabut nyawa seseorang, Malaikat Ijroil tidak melawan tidak menawar-nawar,
tidak pandang bulu, siapun itu yang diperintahkan oleh Allah maka akan dia
cabut. Dan sebagaimana bahwa manusia itu telah ditetapkan umurnya sampai sekian
tahun dan sekian tahun dari semenjak di tiupkannya ruh dalam rahim.
Tidak ada satu orang pun yang
tahu akan mati ini, baik itu presiden, para pejabat, para raja, para ilmuan
bahkan profesorpun. Kapan kita akan mati, kapan kita akan dicabut nyawa oleh
Ijroil. Apakah itu sekarang? Apakah nanti atau besok atau seterusnya ?
Lalau apa yang kita siapkan untuk
menghadapinya ? apakah amal shaleh kita sudah banyak ? ketkwaaan kita bagaimana
kepada Alah swt?
Oleh sebab itu mari untuk selalu
teringat kepada Allah, selalu meningkatkan ketakwaan dan memperbanyak amal
shaleh, untuk mempersiapkan dan bekal kita nanti di akhirat. Sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah SAW bahwa orang yang paling cerdas itu adalah orang
yang selalu mengingat mati dan selalu mempersiapkan untuk kematian itu.
Bayangkan apabila Maaikat maut
datang kepada kita untuk mencabut nyawa kita, lalu kemudian kita dalam keadaan
shalat lail, shalat fardu, baca Al-Qur’an atau ibadah lainnya, tentu kita akan
merasa tenang dan tidak ada rasa cemas.
Berbeda apabila kita sedang
maksiat kepada Allah, kewajiban akan ibadah banyak yang kita tinggalkan, tentu
akan timbul kecemasan, ketakutan yang dirasakan.
Dikatakan bahwa Malaikat maut itu mempunyai
bawahan, yaitu tujuh puluh malaikat rahmat dan tujuh puluh malaikat adzab.
Ketika malaikat maut akan mencabut nyawa orang mukmin, maka ia menyerahkan
kepada malaikat rahmat da mengangkatnya setinggi-tinggi lalu dikabarkan kpad
orang mukmn ini yaitu syurga. Akan tetapi apabila orang kafir, maka malaikat
maut akan menyerahkannya kepada malaikat adzab dan dikabarkan kepadanya yaitu
neraka (Mathaali ‘ul Anwar)
Rasulullah SAW pun bersabda,
bahwa seandainya kepedihan sehelai rambut dari sakitnya orang yang mati itu,
diletakkan pada langit dan bumi, tentu semua penghuni keduanya akan mati atas
izin Allah. Sebab pada setiap helai rambut telah mati dan kematian itu tidak
berada pada sesuatu kecuali matilah sesuatu itu beserta seluruh anggotanya.
Diriwayatkan bahwa Nabi Isa dapat
menghidukan orang mati atas izin Allah swt. Sebagian orang-orang kafir berkata:”
Kamu dapat menghidukan orang mati, kalau dia itu yang basu baru akan matinya.
Bisa saja dia memang belum mati atau masih hidup. Cobalah kamu hidupkan orang
yang mati pada zaman dahulu kala dihadapan kami kalau memang bisa menghidupkan
orang mati.
Lalu Nabi Isa berkata :”Pilihlah
siapa yang kamu kehendaki.”
Mereka berkata :”Hidupkan untuk
kami yaitu Sam bin Nuh”
Maka Nab Isa pun datang ke
kuburan Sam bin Nuh dan mengerjakan shalat dua rakaat serta berdoa kepad Allah
swt. Lalu Sam bin Nuh menjadi hidup dan ternyata kepala dan jenggotnya telah
memutih.
Nabi Isa berkata :” Hai Sam
kenapa uban ini muncul, sedang uban itu tidak ditemukan pada zaman kamu dulu ?
Dia menjawab :”Aku telah
mendengar panggilanmu, maka aku mengira bahwa kiamat telah tiba. Lalu rambut kepala
dan janggorku beruban karena takut akan penderitaan hari kiamat.”
Nabi Isa bertanya :”Sudah brapa
tahun engkau mati wahai Sam ?”
Dia menjawab : “Sudah empat ribu
tahun, akan tetapi belum hilang dariku sakitnya sakaratul maut dan
penderitaanya,” (Durratul Wa’izhiin).