Dalam peradaban Islam, hal vital yang harus menjadi tanggungjawab
bersama adalah persaudaraan. Betapa pentingnya hal ini Rasulullah sempat
berpesan bahwa tanda sempurnanya iman seorang Muslim adalah rasa cinta kepada
saudara seimannya sama dengan rasa cinta terhadap dirinya sendiri.
Lantas bagaimana kita memanivestasikannya di dalam kehidupan?
Sebagian masih ada yang mengalami kebingungan. Sebagian lain merasa tidak
begitu penting untuk dipersoalkan. Padahal, ini adalah perkara sangat vital di
dalam kemajuan dan kejayaan umat Islam.
Menarik apa yang ditulis oleh Ustadz Manshur Salbu dalam bukunya “Mencetak Kader. Perjalanan Hidup Ustadz Abdullah Said Pendiri Hidayatullah.”
Disebutkan bahwa Ustadz Abdullah Said sangat memprioritaskan
perihal persaudaraan ini di antara para warga pesantren dan kaderkadernya. Dan,
hal ini tidak bisa dipandang otomatis sekalipun di antara mereka sudah biasa
tidur bersama, makan bersama.
Ustadz Abdullah Said sebagai pimpinan pesantren tidak segan untuk
bercanda dengan santri-santrinya. “Tidak ada jarak antara guru dan murid ang
sekaligus menjadi sahabatnya,”tulis Ustadz Manshur Salbu di halaman 105.
Melangkah lebih jauh, pria kelahiran Maros 17 Agustus
1945 itu juga mempersaudarakan para warga dan kader-kadernya. Seperti usman
Palese dipersaudarakan dengan Soewardhany Soekarno, Hasan Ibrahim
dipersaudarakan dengan Abdul Madjid Aziz, Hasan Suradji dipersaudarakan dengan
Manandring Abdul Ghani, serta Ustadz Abdullah Said dipersaudarakan dengan
Hasyim HS.
Menolak Haji Demi Persaudaraan
Demikian prioritasnya persaudaraan bagi Ustadz Abdullah
Said beliau sampai meraba perasaan sahabat dan kader-kadernya dengan begitu
mendalam.
Semat suatu waktu beliau ditawari menunaikan ibadah
haji oleh Walikota Balikpapan, H. Asnawie Arbain. Namun, Ustadz Abdullah Said
menolak, semata-mata demi menjaga keutuhan ukhuwah Islamiyah beliau dengan para
sahabat dan kaderkadernya.
“Kalau hanya sendiri yang naik haji, sementara kawankawan
seperjuangan tidak, dia sangat khawatir akan timbul anggapan negatif,” tulis
Ustadz Manshur Salbu di halaman 107.
Kemudian dikutiplah ungkapan Ustadz Abdullah Said. “Pada waktu
berpahit-pahit dan bersusah-susah kita bersama-sama, tapi setelah berhasil,
hasilnya dinikmati sendiri. Kalau ungkapan ini sampai terbetik dalam hati
kawankawan, tidak usahlah keluar dari mulutnya, ini sudah merupakan malapetaka
besar bagi pertumbuhan dan kelanjutan Hidayatullah,” katanya.
Maka pada 17 April 1982 Ustadz Abdullah Said mengirimkan surat
kepada Walikota guna menjelaskan perihal mengapa dirinya menolak untuk naik
haji.
Pertama, tidak bersedia naik haji sebelum Hasan Ibrahim, Hasyim HS,
Nazir Hasan, dan Usman Palese naik haji.
Kedua, Sebelum ibu kandungnya naik haji. Ketiga, Pembangunan masjid
sedang berlangsung.
Nama-nama itu adalah orang yang berjasa di dalam mendirikan
pesantren. Karena itu, untuk memelihara persaudaraan semakin kuat dan terus
menguat, Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak dikenal dengan tradisi kerja
bakti yang begitu kental.
“Bukan hasil kerjanya yang terlalu penting, tapi terjalinnya keakraban sebagai hasil dari kerja bakti itu.”*/Imam Nawawi