Ustadz Abdurrahman Muhammad
(Pimpinan Umum Hidayatullah)
"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)." (Al-Baqarah : 256)
Wasathiyah juga berarti istiqamah dalam menjalankan manhaj dengan
menjauhkan dari kecendrungan berlaku menyimpang. Wasathiyah berarti
menapaki jalan lurus, yaitu manhaj Nabawi yang selalu menjadi doa setiap
individu Muslim, Ihdinas shiraatalmustaqiim. Doa tersebut minimal
diulang 17 kali setiap hari, saat membaca surat Al-Fatihah.
Kedua golongan yang harus dihindari kum Muslimin, bukan saja tertuju
pada orang-orang yahudi yang cenderung bersikap berlebihan (ifrath)
dalam segala hal. Juga bukan terbatas kepada golongan Nasrani yang
cenderung melakukan pengurangan (tafrith) dan penyalahgunaan.
Sikap ifrath dan tafrith juga bisa menimpa siapa saja, termasuk dalam
bidang dakwah dan amar ma'ruf nahi 'anil munkar. segolongan orang ada
yang mengambil jalan kekerasan, memaksakan kehendak, dan
berlebih-lebihan. Golongan ini termasuk mereka yang terkutuk.
Sedangkan golongan lain, ada yang bersikap acuh terhadap dunia dakwah.
Mereka tidak tergerak untuk mendorong orang lain berbuat makruf dan
tidak berkeinginan hati untuk mencegah masyarakat sekitarnya yang
berbuat muankar. Mereka acuh terhadap lingkungannya. Mereka ini bisa
juga disebut sebagai kelompok yang tersesat (dhaalin).
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap tawazun, bersikap
seimbang dalam berdakwah. Tidak memaksakan kehendak tapi juga tidak
acuh. Tidak menebarkan teror tapi tidak juga permisif. Tidak mengancam
dan menakut-nakuti tapi tidak juga mentoleransi kejahatan dan
kemaksiatan. Islam adalah jalan tengah.
Dakwah adalah mengajak. Setiap ajakan harus didahului dengan pemahaman,
pencerahan, dan ilmu. Dakwah bukan menipu dan bukan juga memaksa.
Sebagai muslim, kita harus memiliki rasa empati agar semua manusia
mengikuti jalan Islam. Kita berharap agar tak satu pun manusia, terutama
orang-orang disekitar kita berada didalam kekafiran, kemaksiatan, dan
kemungkaran. Rasa empati itulah yang memotivasi kita untuk berdakwah,
beramar makruf dan bernahi 'anil munkar. Tak boleh ada sedikit pun
motif-motif selain da'a ilallah. Itulah dakwah Rasulullah saw. Menyeru
kepada jalan Allah dengan hikmah dan mauidhah hasanah.
Rasa empati, keinginan untuk menyelamatkn orang lain, kelembutan, dan
kasih sayang merupakan pondasi dakwah. Itulah yang diperlihatkan oleh
Rasululah saw saat mengajak pamannya, Abu Thalib untuk mmengucapkan
syahadat. Tak ada makian, celaan, maupun umpatan. Sebaliknya, ketika
pamannya tetap tidak bersedia mengucapkan syahadat, beliau bersedih
sambil berserah diri kepada Allah swt.
Jika dakwah bil hikmah sudah tidak lagi memadai, mauizhah hasanah juga tidak mempan, maka kaum Muslimin dapat berdakwah dengan "jadilhum billati hiya ahsan". Kita
boleh berdebat, berbantah-bantahan, dan beradu argumentasi dengan cara
ihsan. Kita boleh ngotot dalam mempertahankan kebenaran, tapi cara yang
kita gunakan tetap dalam koridor dakwah, yaitu ahsan. Bukan sekadar
baik, tapi terbaik. Wallahu a'lam.
Sumber : Majalah Hidayatullah edisi Juni 2015
Sumber : Majalah Hidayatullah edisi Juni 2015