Allah Maha Kuasa, yang terefleksi pada keyakian

MUNTAMAR
0

 مَا شَاءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ

“Apa yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki oleh-Nya maka tidak akan pernah terjadi”. (HR. Abu Dawud).
Salah satu substansi yg terkandung pada wahyu pertama (Surah Al-Alaq ayat 1 - 5) dan sangat sering diintrodusir oleh Allahu Yarham Ust. Abdullah Said, adalah Allah Maha Kuasa, yg terefleksi pada keyakian seperti kutipan hadits di atas.
Banyak hikmah yg terkandung di balik keyakian atas kuasa Allah, dan bagi siapa saja yg bisa memiliki keyakinan seperti itu, sungguh merupakan modal yg sangat besar dalam menapaki kehidupan yg penuh dengan dinamika.
Keyakinan atas segala hal yg terjadi, bahwa semua dalam monitoring, kontrol bahkan "restu" Allah, menuntut kepada semua hambaNya, untuk dapat menyikapi dengan benar atas segala fenomena. Agar orang dapat meraih keuntungan dan terhindar dari kerugian dibalik peristiwa.
Kesalahan dalam merespon sebuah kejadian, pasti akan memicu kerugian bahkan sampai pada kecelakaan. Meskipun terkadang, dampak negatif dari kesalahan sikap, belakangan baru terasa dan disadari, yg dikhawatirkan jika kesadaran itu tak lagi berguna.
Kesalahan adalah hal yg sangat manusiawi, bahkan salah satu bentuk kesombongan yg sangat Allah benci, jika seseorang merasa dirinya suci, seolah apapun yg dilakukannya pasti benar, karenanya orang tidak perlu memberinya nasihat, bahkan sebaliknya, dialah yg paling pantas menasihati. Padahal, dibalik sebuah nasihat, terkadang juga mengandung kesalahan.
Niat seseorang yg paling samar sekalipun, tetap dalam pantauan Allah. Maka perbaikilah niat sebelum melakukan sesuatu, sebab itulah hal utama yg akan dinilai oleh-Nya. Betapapun baiknya sebuah amalan, bahkan nyata2 syariat yg sangat dianjurkan, bisa berakibat fatal, bila sejak awal niatnya tidak beres.
Terkait soal niat, tentu meliputi segala aspek perilaku yg dilakoni seseorang, tak terkecuali dalam hal nasihat menasihati. Allah sangat paham mana yg ingin melakukan perbaikan, dan mana yg hanya ingin memanfaatkan panggung yg tersedia.
Benarnya niat dalam menasihati, masih perlu dilengkapi dengan cara yg benar. Mulai dari ketepatan memilih momentum, baik waktu, tempat dan pilihan diksi yg digunakan. Jangan sampai kita mencaci maki perilaku seseorang, tapi cara kita justru lebih hina dari perilaku yg sedang kita soroti.
Harun Ar-Rasyid pernah berpesan, jika manusia sebaik Nabi Musa, diperintahkan oleh Allah untuk berkata lemah lembut kepada sosok Fir'aun yg sangat durjana. Lantas modal apa yg kita miliki, lalu seenaknya melontarkan kalimat pada sosok yg tidak sejahat Fir'aun, dan yg pasti, kita tidak sebaik Nabi Musa.
Ingat...!!! Segala hal yg kita lakukan (termasuk ucapan lisan atau tulisan), semuanya akan dimintai pertanggungan jawab dan pasti akan diberi ganjaran.
فَمَن یَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَیۡرࣰا یَرَهُۥ

وَمَن یَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةࣲ شَرࣰّا یَرَهُۥ
Maka barangsiapa mengerjakan kebajikan seberat żarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat żarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)