‘Ummu Mu’adhirah telah menasihati anak perepuannya dengan
perkataan sebagai berikut :”Wahai anakku, engkau akan menghadapi kehidupan
baru, yaitu kehidupan yang tidak ada tempat bagi ibu dan bapakmu atau seseorang
dari saudaramu. Yang akan menjadi temanmu adalah seorang laki-laki yang tidak
ingin orang lain mencampuri urusannya padamu, sekalipun itu dari pihak
keluargamu sendiri. Jadilah engkau istri yang baik bagi suamimu dan ibu bagi
anak-anakmu. Jadikanlah suamimu merasakan, bahwa engkau adalah segalanya dalam
meniti kehidupannya di dunia ini.
Ingatlah selalu olehmu bahwa dengan sedikit perkataan manis
akan cukup membuat laki-laki (suami) bahagia. Jangan sampai suamimu merasa,
bahwa pernikahanmu dengannya menyebabkan engkau jauh dari kerabat dan
keluargamu. Sesungguhnya perasaan seperti ini telah menyita perhatiannya.
Karena, ia pun telah meninggalkan rumah kedua orang tua dan keluarganya demi
engkau. Maka, ia tidak ada bedanya dengan engkau.
Perempuan selalu merindukan keluarga dan rumah asalnya,
tempat dimana ia dilahirkan, dibesarkan dan belajar. Akan tetapi sebagai
seorang isteri, ia harus bisa mengadaptasikan diri pada kehidupan yang baru.
Seorang isteri harus bisa membina kehidupan dengan seorang laki-laki yang
menjadi suami, pengayom dan bapak bagi anak-anaknya, inilah duniamu yang baru.
Wahai anakku, ini adalah kehidupanmu untuk masa kini dan
masa datang. Ini adalah bangunan rumah tangga yang engkau bina bersama suamimu.
Adapun kedua orang tuamu adalah masa lalu. Aku tidak ingin dirimu melupakan
bapak, ibu dan saudara-saudaramu. Karena mereka tidak akan melupakanmu
selamanya. Wahai buah hatiku, bagaimana mungkin ibu melupakan kenangan indah
bersamamu. Akan tetapi, aku minta darimu untuk mencintai suamimu dan hidup
bersamanya dengan bahagia.
Luar biasa sangat . terharu membacanya.trimakasih http://www.stokis-hpai.com/
BalasHapus