50 Tahun Hidayatullah Dalam Hitungan Tahun Hijriah - Tulisan Ke 7

MUNTAMAR
0

Salah satu kesan yg paling menggelitik bagi para "tamu" di kampus Gn. Tembak, ketika "terjebak" shalat berjamaah di masjid dan diimami langsung oleh Allahu Yarham Ust. Abdullah Said. Baik yg sudah terbiasa shalat berjamaah, apa lagi yg hanya sesekali ke masjid.

Kesan yg didapatkan membuat mereka trauma, baik karena ada urusan lain yg penting lagi mendesak, atau karena sebatas tidak kuat mengerjakan shalat dengan durasi waktu yg begitu lama.

Bagi santri dan warga Hidayatullah, karena sudah terbiasa, maka secara psikologis sudah siap, meskipun fisiknya kadang susah diajak kompromi, sehingga bukan saja saat sujud, bahkan ketika berdiri dan ruku' sekalipun, ada-ada saja yg tertidur hingga jatuh terjerembab.

Santri dan warga hampir tidak pernah memperbincangkan apa lagi sampai berdebat, soal hukum shalat berjamaah, apa kah wajib, sunnah muakkad atau Ghoiru Muakkad / mustahab. Bahkan soal pahala dan dosa seputar itu, nyaris tidak tersentuh. Sehingga jangan pernah tanya ke mereka saat itu, menyangkut dalil-dalil shalat berjamaah, yg berkaitan dengan soal di atas.

Kalau diklasifikasikan secara umum, sikap ummat Islam soal shalat berjamaah, maka ditemukan beberapa tingkatan :

Shalat berjamaah adalah beban. Mereka benar-benar tidak tertarik mengerjakannya.

Shalat berjamaah adalah kultur. Dilakukan hanya saat berada dalam komunitas orang-orang yg mengerjakannya. Shalat berjamaah sebatas partisipasi.

Shalat berjamaah adalah kewajiban. Dilakukan hanya sebatas menghindari dosa kalau ditinggalkan, yg resikonya akan dirasakan di akhirat.

Shalat berjamaah adalah ladang pahala. Dilakukan guna mendapatkan tiket masuk surga.

Doktrin yg ditanamkan oleh Allahu Yarham kepada para kadernya, bukan terkait pahala dan dosa, melainkan soal media mengundang perhatian Allah, guna menyadap dan memyedot kekuatan Ilahiyah, yg sekaligus berharap keterlibatan Allah "secara langsung" atas setiap kerja-kerja yg akan diangkat nantinya.

Gerakan dan bacaan yg terucap dalam shalat, tidak sebatas formalitas, hanya karena disunnahkan oleh Rasulullah, melainkan menjadi ratapan yg penuh harap, semoga Allah benar-benar mengijabah permohonan tersebut.

Kader-kader awal Hidayatullah, terlepas dari kekurangan masing-masing sebagai manusia biasa, menjadikan shalat fardhu berjamaah bahkan qiyamullail sebagai kebutuhan. Di samping karena doktrin yg sangat kuat dari Allahu yarham lewat berbagai forum, juga karena mereka benar-benar diantar untuk membuktikan secara langsung, dampak yg dirasakan.

 Lanjut tulisan ke delapan klik ðŸ‘‰ðŸ‘‰di sini

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)