Salah satu kesan yg paling menggelitik bagi para "tamu" di kampus
Gn. Tembak, ketika "terjebak" shalat berjamaah di masjid dan diimami
langsung oleh Allahu Yarham Ust. Abdullah Said. Baik yg sudah terbiasa shalat
berjamaah, apa lagi yg hanya sesekali ke masjid.
Kesan yg didapatkan membuat mereka trauma, baik karena ada urusan lain yg
penting lagi mendesak, atau karena sebatas tidak kuat mengerjakan shalat dengan
durasi waktu yg begitu lama.
Bagi santri dan warga Hidayatullah, karena sudah terbiasa, maka secara psikologis sudah siap, meskipun fisiknya kadang susah diajak kompromi, sehingga bukan saja saat sujud, bahkan ketika berdiri dan ruku' sekalipun, ada-ada saja yg tertidur hingga jatuh terjerembab.
Santri dan warga hampir tidak pernah memperbincangkan apa lagi sampai
berdebat, soal hukum shalat berjamaah, apa kah wajib, sunnah muakkad atau
Ghoiru Muakkad / mustahab. Bahkan soal pahala dan dosa seputar itu, nyaris
tidak tersentuh. Sehingga jangan pernah tanya ke mereka saat itu, menyangkut
dalil-dalil shalat berjamaah, yg berkaitan dengan soal di atas.
Kalau diklasifikasikan secara umum, sikap ummat Islam soal shalat
berjamaah, maka ditemukan beberapa tingkatan :
Shalat berjamaah adalah beban. Mereka benar-benar tidak tertarik
mengerjakannya.
Shalat berjamaah adalah kultur. Dilakukan hanya saat berada dalam komunitas
orang-orang yg mengerjakannya. Shalat berjamaah sebatas partisipasi.
Shalat berjamaah adalah kewajiban. Dilakukan hanya sebatas menghindari dosa
kalau ditinggalkan, yg resikonya akan dirasakan di akhirat.
Shalat berjamaah adalah ladang pahala. Dilakukan guna mendapatkan tiket
masuk surga.
Doktrin yg ditanamkan oleh Allahu Yarham kepada para kadernya, bukan
terkait pahala dan dosa, melainkan soal media mengundang perhatian Allah, guna
menyadap dan memyedot kekuatan Ilahiyah, yg sekaligus berharap keterlibatan
Allah "secara langsung" atas setiap kerja-kerja yg akan diangkat
nantinya.
Gerakan dan bacaan yg terucap dalam shalat, tidak sebatas formalitas, hanya
karena disunnahkan oleh Rasulullah, melainkan menjadi ratapan yg penuh harap,
semoga Allah benar-benar mengijabah permohonan tersebut.
Kader-kader awal Hidayatullah, terlepas dari kekurangan masing-masing
sebagai manusia biasa, menjadikan shalat fardhu berjamaah bahkan qiyamullail
sebagai kebutuhan. Di samping karena doktrin yg sangat kuat dari Allahu yarham
lewat berbagai forum, juga karena mereka benar-benar diantar untuk membuktikan secara
langsung, dampak yg dirasakan.