50 Tahun Hidayatullah Dalam Hitungan Tahun Hijriah - Tulisan Ke 8

MUNTAMAR
0

Menjadikan shalat fardhu berjamaah dan qiyamullail sebagai kebutuhan, bagi kader Hidayatulllah bukan sebatas karena merasakan kenikmatan spiritual, dan juga bukan karena iming-iming pahala, melainkan buat mengundang Allah untuk membersamai dalam menjalankan tugas-tugas kekhalifahan.

Keinginan kuat Allahu Yarham mengantarkan kader sampai ke level itu, maka kampus Gn. Tembak dirancang sedemikian rupa, termasuk kontrol atas seluruh aktivitas penghuninya, baik saat melakukan kegiatan pribadi, apa lagi yg berkaitan dengan amanah yg diberikan.

Salah satu sumber inspirasi utama, atas upaya mencetak kader yg sesuai

harapan, khususnya dalam masa-masa perintisan dan pertumbuhan, adalah rangkaian perjalanan hidup Rasulullah sebelum menerima wahyu, yg lebih dikenal dengan istilah fase pra wahyu.

Penekanan pada fase pra wahyu di awal-awal perlangkahan, membuat pendidikan formal klasikal tidak menjadi prioritas, bahkan keberadaannya terkesan hanya formalitas, sehingga banyak cerita unik lagi lucu yg menyertainya, karena sangat jauh berbeda dengan standar umum sebuah institusi pendidikan formal.

Sekilas mungkin menimbulkan pertanyaan, buat apa diadakan kalau memang hanya formalitas?, salah satu jawabannya, karena keberadaan intitusi pendidikan formal saat itu, diibaratkan sarang laba-laba yg menutupi pintu Gua Tsur, saat nabi bersama Abu Bakar bersembunyi di dalamnya, sehingga pihak eksternal bisa menerima dan yakin, kalau Hidayatullah memang sebuah pesantren.

Penjelasan di atas, sekaligus menjadi jawaban atas pertanyaan, kenapa banyak santri yg "goncang" (istilah khas Gn. Tembak saat itu) bahkan kemudian pergi meninggalkan kampus, karena apa yg dia saksikan dan rasakan, sangat jauh dari bayangannya tentang kehidupan santri di pondok pesantren.

Lanjut tulisan ke Sembilan klik ðŸ‘‰ðŸ‘‰di sini

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)