50 Tahun Hidayatullah Dalam Hitungan Tahun Hijriah - Tulisan Ke 5

MUNTAMAR
0

Pada paragraf terakhir tulisan keempat kemarin, sangat mungkin untuk disalah pahami, seolah para kader Hidayatullah yg saat ini bergelut dalam dunia pendidikan formal, di mana hasilnya ditandai dengan selembar ijazah plus gelar yg mengiringinya, adalah gambaran sosok kader yg telah menyimpang dari khittah Hidayatullah.

Namun, jika melihat konteks tulisan secara utuh, akan mudah dimengerti, bahwa sikap dan ketegasan Allahu Yarham terkait soal tersebut, yg berimbas kepada seluruh kader pada masa itu, salah satu faktornya karena persoalan skala prioritas.

Sudah sangat sering terungkap, bagaimana jadinya Hidayatullah, kalau masa perintisan dan pertumbuhan, lantas fokusnya justru pada eksisnya lembaga pendidikan formal. Akan makin mengerikan, jika para pengelolanya tidak cukup kuat bertahan, menghadapi gelombang arus materialisme yg terus makin menggila.

Banyak persoalan mendasar yg sangat urgen untuk menjadi perhatian kita bersama, khususnya pada lembaga pendidikan formal, agar alumni yg ditelorkannya tidak menyerupai keledai sebagaimana firman Allah pada QS. 62 : 5. Hal tersebut sangat mungkin terjadi, jika sejak awal pondasi penopangnya tidak memadai.

Tidak sedikit (kalau tidak mau dikatakan semua) orang yg hanya melihat dan mendengar secara sekilas, bagaimana cara pengelolaan lembaga pendidikan formal di zaman Allahu Yarham, khususnya di kampus yg sekarang dinamai sebagai Kampus Induk Gunung Tembak, penilaiannya tak lebih dari sekedar lembaga "sampah", yg tentu saja para alumninya sudah bisa dibayangkan, bagaimana wujud akhirnya.

Bukanlah hal yg mengeherankan, jika pada masa awal Hidayatullah, khususnya lembaga pendidikannya, bukan lagi hanya dilirik sebelah mata, bahkan sampai ke tingkat menjijikkan untuk dilihat. Maka tak heran, mayoritas para santri pendidikan kala itu, hanyalah kumpulan orang-orang yg memang tidak sanggup berkompetisi dengan murid-murid lain di berbagai sekolah, apa lagi yg masuk kategori favorit.

Ketidak sanggupan seorang murid berkompetisi di berbagai sekolah, umumnya karena faktor ekonomi, kapasitas otak yg kurang memadai, dan ada juga karena faktor fisik, tak terkecuali yg bandelnya tidak ketulungan, sehingga orang tuanya sudah menyerah. Karenanya, Hidayatullah menjadi tempat pelarian terakhir.

 Lanjut tulisan ke Enam klik ðŸ‘‰ðŸ‘‰di sini

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)