Urutan Mendidik Adab (3) - Didiklah Anak Dengan Lemah Lembut, Muliakanlah Mereka Dan Baguskanlah Adabny

MUNTAMAR
0


Tanpa dilandasi ilmu, Pendidikan adab hanya menjadi pembiasaan. Bahkan lebih rendah lagi, yakni sekedar memunculkan perilaku berulang. Sebaliknya, ada yang lebih serius lagi. Meskipun ilmu diberikan, bahkan dengan landasan yang kuat, Pendidikan adab dapat bermasalah jika jiwanya gersang hatinya meranggas.

Ditanam Tak Tumbuh, Dipupuk Tak Berkembang

Hati ibarat tanah. Di atas tanah itulah kita harus menanamkan iman disusul adab. Tetapi tanaman baik akan sulit tumbuh, atau bahkan tidak tumbuh, jika tanahnya mati. Tidak ada kesuburan didalamnya. Atau sebaliknya, tanahnya subur tetapi tidak kita semaikan benih yang baik, maka di atas tanah itu tidak tumbuh tanaman yang baik.

Tanah subur yang Bernama hati disebabkan oleh perhatian, kasih sayang, dan terpenuhinya kebutuhan jiwa maupun perasaan anak. Jika anak telah terpenuhi kebutuhannya, kenyang secara psikologis dan emosional, barulah kita menanamkan dan menyuburkan kebaikan pada diri anak. Ini pula yang menjadi bekal awal sebelum membangun ar-raqabah adz-dzatiyah pada diri anak, yakni kemampuan sekaligus kesadaran untuk mengawasi, memantau, memperhatikan, memilih yang baik dan yang buruk, lalu memilih yang baik untuk ia ambil dan lakukan dalam kehidupan.

Ar-raqabah adz-dzatiyah terasa semakin penting di masa Ketika anak memungkinkan mengakses apa saja melalui benda kecil dalam genggaman. Lalu apa kuncinya? Mari kita perhatikan terjemahan penting yang digariskan dalam buku Ta’zizu Ar-Raqabah Adz-Dzatiyah Lil Athfal karya Noura binti Mishfir Al-Qarni:

“Mengenyangkan kebutuhan psikologis dan emosional anak, serta mengembangkan kebaikan-kebaikan maupun kualitas pribadi yang patut pada diri anak.”

Jadi, kenyangkan dulu kebutuhan psikologi dan emosional anak terlebih dahulu, baru sesudah itu mengembangkan kebaikan maupun sifat-sifat bawaan yang patut pada diri anak. Jadi, kebaikannya dulu, jangan terburu-buru pada soal kemampuan. Kemudian sifat-sifat bawaannya. Ini juga sekaligus menunjukan bahwa sifat bawaan itu bukan fitrah.

Mari kita ingat Kembali firman Allah Ta’ala :

Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, padanya ada malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, mereka tidak pernah menentang perintah Allah dan selalu mengamalkan perintahnya.” (QS. At_tahrim : 6)

Dan mari kita renungkan perkataan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu berkenaan dengan makna menjaga keluarga dari api neraka, sebagaimana dinukil dalam Tafsir Ibnu Katsir. Beliau berkata :

(Makna menjaga keluarga dari api neraka adalah): Didikkanlah kepada mereka adab dan ilmu.)”

Apa yang diperlukan agar kita dapat mendidikkan adab dengan baik? Yang paling awal adalah memperlakukan mereka dengan adab yang baik. Seperti apa itu? Muhammad bin Sirin Rahimahullah berkata:

Muliakanlah anakmu dan baguskan adabnya.”

Nasehat itu singkat, padat dan bukan main konsekuensinya. Anak ditempatkan begitu penting, sehingga kita harus memuliakannya. Lalu kapan kita disebut memuliakan anak ? Apabila kita bergaul dengan mereka, mengasuh, membesarkan dan mendidik mereka dengan akhlaqul karimah, menegakkan Layin dan menjauhkan diri dari fazhzhan dan ghalizhal qalb. Dua hal terakhir ini, meskipun seandainya seluruh keinginan mereka terhadap dunia kita penuhi, anak-anak itu akan lari menjauh apabila orangtua mulutnya kasar terhadap anak dan hatinya keras. Apalagi jika mulut kasar itu sekaligus kotor.

Ayat berikut ini memang bukan tentang mengasuh anak. Ayat ini tentang dakwah dan ditujukan kepada sosok yang paling mulia akhlaqnya. Tetapi perhatikan apa yang Allah Ta’ala sampaikan jika fazhzhan dan ghalizhal qalb itu ada ? Manusia akan lari menjauh. Dan Allah Ta’ala firmankan bahwa atas Rahmat-Nya maka Rasulullah saw dapat berlaku lemah lembut terhadap orang-orang yang menjadi seruan dakwah beliau.

Mari kita perhatikan ayat tersebut:

“Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran : 159)

Perhatikan ! ada hal sangat penting yang perlu kita garis bawahi. Dua sikap yang apabila melekat pada diri seseorang. Maka manusia akan menjauh darinya. Maka apa yang terjadi jika seorang ayah menghimpun dua keburukan itu dalam dirinya saat mengasuh, bergaul dan mendidik anaknya??! Kata-kata kasar, sikapnya buruk dan hatinya keras. Apakah akan berlaku pada anak-anak itu ??!

Ibarat buah, Ditanam tak tumbuh, dipupuk dengan nasihat maupun kucuran ilmu pun tak berkembang, sebab lahan jiwa mereka gersang dan hatinya nyaris mati. Sikap kasar menjadikan adab yang baik sulit tumbuh. Seperti kata Ibnu Sirin Rahimahullah berkata:

Muliakanlah anakmu dan baguskan adabnya.” Jadi, muliakan adabnya.

Mohammad Fauzil Adhim

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)